Minggu, 27 Desember 2020

Sebab hancurnya Uni Soviet sebagai negara Adidaya


Uni Soviet merupakan Negara komunis terbesar sepanjang sejarah, berdiri pada tanggal 25 Oktober 1917. Uni Soviet memiliki wilayah kekuasaan mencakup hampir seperenam permukaan daratan bumi. Lebih tepatnya seluas 22.400.000 km2, dihuni oleh penduduk sebanyak 290 juta jiwa dengan beberapa etnis yang menetap, mulai dari Rusia (50,78 persen), Ukraina (15,45 persen), Uzbek (2,38 persen), Belarusia (3,51 persen), Kazakh (2,38 persen), hingga Armenia (1,62 persen). Hal ini tak lepas karena peran besar mereka dalam melawan Nazi di bawah komando Adolf Hitler, membuat mereka leluasa menyebarkan pengaruhnya ke berbagai Negara khususnya Eropa Timur hingga Cina.

Menurut Catatan CIA World Factbook Pada tahun 1991 menyebut, tingkat literasi rakyat Uni Soviet tergolong tinggi dengan 98 persen warga berusia di atas 15 tahun dapat membaca dan menulis. Usia harapan hidup rakyat Uni Soviet rata-rata 65 tahun untuk laki-laki dan 74 tahun untuk perempuan, sedangkan tingkat imigrasi penduduknya nol persen karena kebijakan pemerintah saat itu yang melarang mobilisasi penduduk.

Dalam perkebembangannya setelah Uni Soviet berhasil mengalahkan Nazi bersama sekutu, Uni Soviet berkonflik dengan Amerika Serikat bersama Sekutu untuk memperebutkan kepemimpinan dunia. Hal ini dicatat dalam sejarah dengan sebutan "Perang Dingin". Perang dingin adalah perang antar 2 negara adidaya yang tidak menimbulkan korban jiwa hingga ratusan nyawa seperti perang sebelumnya. Perang ini juga di sebut perang Inteligen karena persiapan perang yang saling memantau dan memata-mata antar kedua kubu, untuk melihat persiapan dan senjata-senjata nuklir yang kemungkinan digunakan. Perang dingin berakhir dengan kalahnya Uni Soviet dan Dibubarkannya setalahnya. Hal ini karena kekelahannya di perang Afganistan yang tidak hanya membuat malu Negara besar ini tetapi juga menghancurkannya secara ekonomi.

Stasiun TV Rusia pada tanggal 21 Desember 1991 bahkan memulai program siaran dengan pengumuman : “selamat malam. Inilah beritanya, Negara Uni Soviet kini sudah tidak ada lagi.” Hal ini karena Uni Soviet mengalami keruntuhan hebat, para pemimpin Rusia, Ukraina< dan Belarusia (3 negara pelopor beridirinya Uni Soviet) menandatangani perjanjian yang mengatur persemakmuran Negara-negara merdeka pada tanggal 8 Desember 1991 sebagai awal hancurnya Negara besar ini. Mikhail Gorbachev yang saat itu menjadi pemimpin Uni Soviet memutuskan mengundurkan diripadatanggal 25 Desember 1991 dan pada keesokan harinya tanggal 26 Desember 1991 Uni Soviet pun resmi dibubarkan. Negara raksasa ini berusia 74 tahun dan hari ini tepat 29 tahun runtuhnya Negara komunis terbesar sepanjang sejarah itu. Dalam hal ini ada beberapa hal menarik yang perlu dibahas dalam menyingkapi runtunya Uni soviet, hal ini untuk bahan renungan bersama kita sebagai warga Negara Indonesia yang memang dalam beberapa hal mempunyai beberapa kemiripan dengan Negara adidaya ini. Berikut hal menarik yang penulis angkat untuk menumbukan Konsientisasi di jiwa para pembaca :

1.      Pemerintahan yang otoriter

Sejatinya Uni Soviet merupakan negara komunis terbesar pada massanya. Namun Uni Soviet menjalankan pemerintahan dengan totaliter yang berujung pada kebijakan tidak manusiawi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam sebuah negara sehingga rakyat harus tunduk kepada kebijakan pemerintah. Terhitung saat kepemimpinan Josep Stalin benar-benar bertangan besi pasca mendapatkan otoritas memimpin negeri ini setelah Vladimir Lenin wafat. Kebijakan peralihan pertanian tradisonal menuju pertanian modern yang berindustri menyebabkan wabah kelaparan dan kematian yang tinggi. Hal ini karena distribusi sandang, pangan dan larangan transmigrasi antar penduduk diterapkan oleh pemerintahan saat itu untuk mempertahankan wilayahnya yang sangat luas. Memang tidak menutup fakta dibawah kepemimpinan Nikita Khrushchev kebijkakan kontrofersial ini direvisi dan diperbaiki. Tetapi tidak menghilankan fakta bahwa pemerintahan menggunakan kekerasan dalam mejalankan kebijakannya.

2.      Pelarangan transmigrasi di wilayah-wilayah tertentu

Pelarangan tranmigrasi adalah moment paling mengerikan dalam peralihan Uni Soviet menuju negara Industri militer. Beberapa etis dideportasi (disebar) keluar tempat kelahirannnya. Dalam perkembangannya mereka tidak diperbolehkan Kembali ketempat kelahirannya, atau pelarangan transmigrasi. Hal ini untuk memadamkan solidaritas antar etnis yang mereka anggap sumber konflik dan pemberontak massa depan. Setelah massa kepemimpinan Nikita Khrushchev Sebagian etnis yang telah dideporatsi diperbolehkan pulang kekampung halamannya kecuali etnis Chechen dan Ingush. Proses Deportasi dan larangan transmigarsi ini banyak membunuh masyarakat Muslim saat itu karena mereka dipandang sebagai halangan pemerintah komunis saat itu. Depotasi besar-besar ini memang dilakuakn pemerintah untuk melunturkan solidaritas antar muslim dan pengurangan nilai-nilai keagamaan, karena mereka menganggap agama adalah candu yang berbahaya.

 

3.      Rakyat yang tidak memiliki rasa nasionalisme

Negara adidaya ini mempunyai puluhan suku dan etnis dalam daerah kekuasaannya. Kebijakan untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya juga tidak ragu menggunakan senjata. Deportasi besar-besaran keluar tanah kelahiran mereka bisa dianggap juga sebagai pembuangan dan pengasiangan. Dimana mereka yang terusir dan tidak mempunyai apa-apa lagi bergantung kepada pemerintah dalam memperoleh sandang dan pangan. Dalam buku yang penulis baca, Pendeportasian besar-besaran dilakukan tanpa adanya peringatan terlebih dahulu, berawal dari pemerintah komunis mengumpulkan semua warga dalam satu tempat. Ketika semua warga berkumpul, terutama para lelaki dan kepala keluarga telah hadir, tiba-tiba dating truk-truk penuh tentara menodongkan senjata kepada mereka. Semua penduduk lelaki beserta keluarganya kemudian digiring menuju ke stasiun kereta dimana seperti itu. Maka tidak nilai-nilai nasionalisme warga negara Uni Soviet sangat rendah.  sana telah menanti gerbong-gerbong barang yang akan mengangkut mereka. Tiap keluarga hanya dibolehkan membawah barang seberat 20 kg, dan dengan terburu didorong masuk secara berdesak-desakan. Tempat tujuan yang paling umum saat itu adalah menuju asia tengah atau menuju ke wilayah Siberia. Setalah semua warga pergi tempat ibadah di hancurkan, kuburan di bulldozer, lalu rumah dan perkampungan diratakan dengan tanah. Warga yang tertinggal dibiarkan mati, gambaran Depotasi besar-besaran hingga etnis yang dianggap memberontak kurang lebih diperlakukan

4.      Kemiskinan

Kebijakan tidak manusiawi yang diterapkan, untuk mendukung peraliahan menuju negara Industri Militer ini membuat angka kemiskinan tinggi dan tidak ada tanda-tanda adanya penurunan. Perekonomian Uni Soviet yang menganut paham Sosialisme Komunis ini menyebabkan segala urusan yang berkaitan dengan ekonomi harus dilakukan dengan melibatkan pemerintah. Sehingga menyebabkan ekonomi negara ini tidak maju karena hilangnya kreativitas. Hal ini diperparah oleh kebijkana Uni Soviet yang berusaha menyebarkan pengaruhnya ke luar negara dengan mendirikan negara-negara Boneka. Hal mengharuskan pemimpin setiap negara tersebut untuk loyal dan merubah bentuk negaranya menjadi negara komunis dengan imbalan bantuan yang akan diberikan sesudahnya. Perang dingan adalah puncak dari konflik antar 2 negara adidaya yang berusaha menyebarkan pengruhnya. Membuat pajak yang dibayarkan masyarakat untuk membangun negara dan mensejakterakan masyarakat tidak dirasakan manfaatnya langsung, membuat kemiskinan negara ini terus bertambah sampai pada hancurnya.

5.      Perang Afganistan

Uni Soviet terus berusaha memperluas dan menyebarkan paham komunis ke seluruh belahan dunia, hingga sampai di negara Afghanistan. Semua berawal pada tahun 1979, saat pasukan Uni Soviet mengambil alih ibukota yakni Kabul. Sebelum terjadinya kerusuhan Uni Soviet di dianggap terlalu sering mencampuri urusan pemerintahan Afghanistan. Tercatat dari kepemimpinan Mohammed Daoud Khan, Nur Muhammad Taraki, hingga Hafizullah Amin yang diwarnai oleh kudeta dan pembunuhan di anggap karena campur tangan Uni Soviet. Hal ini membuat rakyat Afghanistan tidak percaya kepada pemerintahannya sendiri. Perang ini terus berlanjut hingga melahirkan Taliban yang menguasai beberapa wilayah besar Afghanistan, hal ini karena suplai senjata oleh Osama Bin laden dari Irak. Osama Bin Laden yang saat itu hanya sebagai perantara senjata membuat kelompok Al Qaeda. Terbentuknya Taliban dan Al Qaeda karena perang Afghanistan dan Uni Soviet, perang ini berlanjut hingga Uni Soviet hancur pada 1991. Dalam perang ini juga pihak Uni Soviet merugi secara Politis dan Ekonomi yang berat dan besar, tak heran Uni Soviet pulang dengan malu karena kalah perang pada 15 Febuari 1989. 

6.      Pemimpin terakhir Uni Soviet

Mikhail Gorbachev pada masa pemerintahannya ia melakukan perubahan besar-besaran dalam system perekonomian dan politik yang secara langsung maupun tidak langsung memicu bubarnya Uni soviet. Ia mengundurkan diri sebagai Presiden Uni soviet pada tanggal 25 Desemeber 1991 menyusul percobaan kudeta oleh kelompok garis keras di Moskow pada bulan Agustus 1991 yang dipicu adanya pertentangan atas rencana perubahan bentuk negara.

Hal ini karena kebijakan Gorbachev, dimana dibandingkan merangsang kebangkitan komunisme Gorbachev lebih memilih menerapkan kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Glasnost dimaksudkan untuk mendorong dialog dan membuka pintu kritik terhadap apparat pemerintahan. Control negara atas media maupun opini public mengendur, dan gerak Demokrasi menggema di seluruh Uni Soviet. Sedangkan perestroika ditujukan untuk memperkenalkan kebijakan pasar bebas bagi industry yang dikelolah oleh pemerintah. Control harga juga dicabut dibeberapa pasar meski beberapa aturan lama masih ada yang berlaku. Mengutip pendapat Vladislav Zubok dalam A Failed Empire : The Soviet Union In The Cold War From Stalin to Gorbachev (2007) menyebutkan, reformasi Mikhail Gorbachev mengakhiri isolasi negara adikuasa ini. Dengan membongkar dogma-dogma ideologis, serta menampilkan wafah baru Soviet yang berakhir dalam kebangkrutan. Momen ini juga menjadi tanda berakhirnya perang Dingin. Mikhail Gorbachev dianugrahi medali perdamaian Otto Hahn pada tahun 1989, Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990 serta dianugrahi gelar Doktor kehormatan oleh Harley.

Umur suatu negara tidak ada yang mengetahui, sebesar apapun suatu negara pasti akan hancur jika tidak dipercaya oleh rakyatnya sendiri. Bahkan terkadang negara kecil mampu berumur Panjang jika tetap dipercaya dan dilindungi oleh rakyatnya. Ini adalah kisah dari negara adidaya yang hancur pada 29 tahun yang lalu. Negara yang menguasai seperempat wilayah bumi ini hancur tanpa adanya prediksi dan hanya berumur 74 tahun. Kisah Uni Soviet akan menjadi pelajaran Bersama untuk setiap negara agar memperhatikan Kembali kesejakteraan warga negaranya.

Selasa, 10 Maret 2020

Menggugat Arti dari Nama Website! Apa itu Konsientisasi?



Seperti janji penulis dalam artikel sebelumnya. Terkadang membuat judul ataupun nama tidak semudah dibayangkan. Senada dengan ini William Shakespeare pernah mengatakan "apalah arti dari sebuah nama? andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan beraroma wangi", dalam arti suatu nama akan jelas andaikata memiliki makna yang disematkan dalam sebuah doa dan harapan. Kata konsientisasi mungkin jarang kita temui dan kita dengar dalam bahasa sehari-hari. Tak ayal bagi yang belum paham arti ini pasti sedikit ada rasa tanya yang hinggap dalam benaknya dalam balut penasaran (hehe kali aja).
Yaa, konsientisasi merupakan istilah yang digumamkan oleh seorang tokoh pendidikan terkemuka di Amerika Latin, tepatnya Brazil bernama Paulo Freire. Ia adalah pendidik, teolog, humanis, sosialis dan bahkan dianggap messias dunia ketiga (khususnya masyarakat Amerika Latin). Ia tidak hanya seorang yang kontroversial dengan metode pendidikan revolusionernya namun juga sosok yang sulit diterka. Pemikirannya selalu mencerminkan nada gugatan, protes dan berontak terhadap segala bentuk pendidikan yang telah mencabut manusia dari kesadarannyaDialah pejuang kebebasan dunia yang eksis memperjuangkan keadilan bagi orang-orang kelas marginal yang menyusun budaya diam di banyak wilayah. Eksistensi dan peran besarnya dalam pendidikan menempatkan Freire dalam orang-orang revolusioner-radikal.

Referensi Penulis
Karya-karya nya memberikan sumbangsih yang besar terhadap perkembangan pendidikan di dunia sebagaimana yang termaktub pada buku-bukunya seperti: Pendidikan Kaum Tertindas, Pendidikan Sebagai Proses, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, Politik Pendidikan dll yang dijadikan salah satu referensi ahli pendidikan masa kini.
Kritik-kritiknya terhadap dehumanisasi melahirkan sebuah ide brilliant, yaitu bagaimana agar masyarakat lebih bersifat humanis sebab hanya dengan semangat humanisme yang mementingkan pembebasan dan pemerdekaan tiap orang-lah, maka penindasan dapat dihapuskan.

Esensi Konsientisasi Pendidikan
Tujuan pendidikan Freire adalah membangun suatu proses pendidikan yang disebutnya “penyadaran” (Conscietization) yang dibangun dalam realitas sosial dan kultural guru dan murid. Dari realitas ini, unsur-unsur tematik, isi, keputusan pedagogis akan muncul. Perpaduan antara teori dan praktik ini memberikan sumbangan bagi kekuatan dan pengaruh gagasan Freire. Dalam pengertian kongkret, metode “penyadaran” dalam proses melek huruf, pada dasarnya dibentuk oleh proses coding dan decoding (mengubah sesuatu menjadi kode dan mengubah kode menjadi sesuatu yang dapat dipahami) terhadap makna-makna linguistik dan sosial yang dijalankan dengan beberapa tahap.
Dalam analisis Freire, kesadaran masyarakat yang dianalogikannya dalam sebuah kode itu dibedakan atas 3 fase: Kesadaran naif, magis dan kritis. Konsep pendidikan Freire ini jika disajikan dalam bentuk skema akan membentuk bagan seperti berikut ini:
Masyarakat berkesadaran magis pada gambar diatas ada pada tangga paling bawah, itu menunjukkan posisinya yang jauh dari hakikat kebebasan, masyarakat berkesadaran naif ada pada posisi tengah, kendatipun posisinya dibawah masyarakat berkesadaran kritis namun dirinya belum dapat dikatakan sebagai pencipta kebebasan yang sesungguhnya. Sebab kendati sudah dapat memahami keadaan mereka tidak kunjung melakukan perubahan dengan alasan tidak memiliki cukup kekuatan untuk merubah. Lain halnya dengan kelompok ketiga yaitu masyarakat berkesadaran kritis, dengan bekal fikiran kritisnya mereka upayakan sepenuhnya untuk dapat berjuang dan merubah keadaan agar menjadi lebih baik dan membebaskan. Masyarakat inilah yang merupakan tujuan yang ingin diwujudkan Freire dalam mencapai cita-cita pendidikan humanistiknya yaitu membentuk manusia berkesadaran kritis untuk mencapai sebuah pembebasan.
Masyarakat berkesadaran magis membuat kehidupan terasa aman, nyaman dan damai. Hal ini yang disukai oleh pemerintah sebagai pencipta kebijakan, karena masyarakat ini condong untuk apatis dan bergerak statis dalam alur kehidupan berbangsa sehingga pemerintah dengan mudah leluasa dalam menentukan politiknya dalam bidang pendidikan ini. Lain halnya dengan masyarakat dengan kesadaran naif. Mereka mengetahui polemik pendidikan namun tak mempunyai kekuatan dan keinginan untuk merubahnya menjadi hal yang semestinya telah mereka pikirkan dalam gagasan dan konsep pendidikan yang di dambakan oleh masyarakat ini. Hal ini jelas masih menjadi suatu hal yang membingungkan, karena mereka memiliki kecemerlangan yang sifatnya terpendam oleh kekuasaan dan kebudayaan yang tidak memihak terhadap mereka sehingga mereka tetap mencari aman atas kesadaran individunya. Sedangkan masyarakat berkesadaran kritis inilah yang menjadi pembeda diantara masyarakat berkesadaran lainnya. Mereka memiliki mobilitas sosial yang dinamis untuk mewujudkan suatu cita-cita menuju kemajuan yang memaslahatkan masyarakat lainnya meskipun mereka terlihat pemberontak atas kebijakan pendidikan yang tak semestinya di jalankan namun mereka memperjuangkannya untuk menjawab tantangan pendidikan yang menurut mereka harus sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang membawa masyarakat menuju pembebasan seutuhnya dalam menuangkan pendidikan humanistik.
Pembebasan merupakan wujud akhir dari bentuk aktualisasi diri masyarakat sebagai kesatuan yang memiliki kesadaran kritis, dinamis, mobilitas tinggi dan dialektis dalam menjawab suatu polemik yang terjadi di ruang pendidikan dan kehidupan sosial lainnya. Mereka yang merdeka adalah mereka yang bebas untuk berkeinginan dengan hasrat serta nurani  dalam menentukan kehidupannya. Sehingga pendidikan hanyalah sarana menuju pendewasaan keilmuan serta sikap mereka atas realitas.

Senin, 09 Maret 2020

Anak dibawah Usia dapat Memiliki KTP! Kok Bisa?



Tahun 2016 silam, Pemerintah mencanangkan suatu program terbaru khusus anak dibawah umur terhitung saat anak itu lahir hingga kurang dari 17 tahun dengan pemberlakuan program Kartu Identitas Anak (KIA). Rencananya program KTP Anak ini mulai berlaku secara nasional pada tahun 2019. Dan kini memasuki tahun 2020, apakah kalian sudah memilikinya? (terkhusus anak dibawah umur) dan apakah kalian yang orang tua sudah menyertakan anaknya untuk memilikinya?
Untuk mendukung program tersebut orang tua juga turut serta dalam pembuatan KIA, karena anak-anak pastinya hanya akan ikut apa yang dilakukan orang tuanya. Jika dulu orang tua dalam hal ini ibu yang baru melahirkan anaknya hanya perlu mengurus akta lahir, kini ada tambahan tugas yaitu mengurus KIA. Setelah KIA selesai, anak tersebut sudah dianggap legal sebagai WNI. Untuk lebih lanjut penulis akan memberikan sedikit ulasan terkait apa itu KIA dan apa fungsi dan gunanya sebagai berikut:

Salah Satu Program Pemerintah
Menurut Pemerintah, pemberlakuan KTP anak rencananya akan berlaku secara bertahap sampai 2019 atas pertimbangan anggaran yang ada, karena saat ini ada sekitar ±79 juta anak di Indonesia. Format berlakunya KTP Anak secara bertahap, dimana daerah yang belum mendapat giliran pemberlakuan maka kedepan akan menyusul daerah berikutnya sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 2 Tahun 2016 mengenai Kartu Identitas Anak.
Atas dasar pertimabangan diatas, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak, pemerintah akhirnya membuat tahapan pemberlakuan program KIA sebagai berikut:
1.      Tahun pertama program yaitu Tahun 2016, pemerintah hanya memberlakukan di 50 daerah saja, beberapa diantaranya adalah Malang, Jogja, Pangkalpinang, dan Makassar
2.      Tahun kedua yaitu 2017, jangkauannya bertambah hingga 108 daerah
3.      Program akan terus berlanjut dan ditargetkan tahun 2019 sudah terlaksana semuanya
Pemerintah menerbitkan KIA bertujuan untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik. KIA juga merupakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara Indonesia.
Segala hal terkait KIA ini diatur dalam payung hukum tersendiri, sebagai berikut:
1.      Pasal 27 UU No. 35/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak
2.      UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan UU 24 tahun 2013.

Kartu Identitas Anak (KIA), Mempermudah Anak untuk Mendapatkan Layanan Publik
KTP untuk dewasa dan KIA untuk anak memiliki fungsi yang relatif sama yaitu menjadi tanda pengenal atau bukti diri yang sah saat melakukan pelayanan publik seperti saat mengurus paspor atau untuk keperluan lain yang selama ini menggunakan syarat akta kelahiran.
Mengapa perlu mengurus KIA? Apakah kondisi saat ini memang sudah memerlukan? Jika kita amati dan jalani selama ini, praktek pengurusan administrasi kependudukan anak saat ini relatif kurang efisien. Misalnya saja untuk mengurus layanan administrasi publik, saat ini anak diminta membawa akte kelahiran bagi yang belum sekolah atau jika anak sudah sekolah identitasnya berupa kartu pelajar. Akte kelahiran sendiri cukup riskan untuk dibawa-bawa, selai bentuknya juga tidak “moveble” artinya dalam bentuk selembar akta/surat yang tidak mungkin dimasukkan dompet sehingga relatif susah dibawa kemana-mana. Dengan adanya KIA, yang memiliki konsep seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) maka semua identitas akan tercatat dalam kependudukan masing-masing daerah sehingga membuat proses seperti di atas akan lebih mudah dan efisien lagi.

Masa Berlaku KIA dan Manfaatnya bagi Anak
Salah satu latar belakang terbitnya peraturan mengenai KIA ini adalah untuk memudahkan proses pendataan penduduk yang belum masuk usia 17 tahin (usia KTP). KIA ini sendiri nanti berlaku dari lahir sampai nanti waktunya anak berkewajiban memiliki e-KTP. Dengan hadirnya KIA pemerintah akan lebih mudah lagi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk anak-anak karena selain sebagai pengenal, KIA juga memudahkan anak untuk dapat mengakses pelayanan publik secara mandiri, seperi misalnya anak-anak nantinya jika ada program dari pemerintah mereka bisa mendapatkan fasilitas seperti misalnya pengurangan harga pada sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, atau pariwisata dengan cukup menggunakan kartu ini.
Diantara manfaat tujuan KIA antara lain adalah sebagai berikut :
1.      KIA ditujukan sebagai upaya untuk memenuhi hak anak.
2.      KIA bisa digunakan untuk persyaratan mendaftar sekolah.
3.      KIA bisa juga digunakan sebagai bukti diri si anak sebagai data identitas ketika membuka tabungan atau menabung di bank.
4.      KIA juga berlaku untuk proses mendaftar BPJS.
5.      Jika terjadi masalah misal kasus meninggal dunia pada anak, maka proses identifikasi jenazah dengan korban anak-anak tersebut juga bisa menggunakan KIA untuk mengurus klaim santunan kematian.
6.      KIA mempermudah proses pembuatan dokumen keimigrasian.
7.      Dan yang tak kalah pentingnya, KIA bermanfaat untuk mencegah terjadinya perdagangan anak.

Minggu, 08 Maret 2020

International Women's Day




Manusia dilahirkan dengan setara, baik itu laki-laki maupaun perempuan. Hal tersebut sering kita dengar saat kita masih kecil hingga remaja. Beranjak dewasa kita mulai memahami bahwa hal tersebut hanya dongeng manis yang kita dengar dan baca yang jauh dari realita yang ada. Banyak hal di dunia ini maupaun sekitar kita jauh dari kesetaraan yang selalu kita impikan. Masih ada diskriminasi ras, suku, agama maupun diskriminasi gender yang masih menjadi masalah bersama yang belum tuntas sampai sekarang. Budaya patriarki hingga mesogini menjadi mimpi buruk bersama kaum perempuan yang menghambatnya untuk perkembang dan menentukan nasibnya sendiri. Dan tepat hari ini kita merayakan hari perempuan internasional yang menjadi tanda bahwa perempuan bisa dan mampu merubah jalannya sejarah. Bisahkan perempuan merubah jalannya sejarah ? Apa yang melatarbelakangi hari perempuan internasional ? Bagaimana perempuan menentukan nasibnya sendiri dan merubah jalannya sejarah ? Simak fakta menarik nya berikut !

Berawal dari gerakan kaum buruh 

Sebuah cerita yang beredar di lingkaran internal para jurnalis Prancis, bahwa ada seorang perempuan dari buruh pabrik tekstil melakukan demonstrasi pada 8 Maret 1857 di New York. Demonstrasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melawan penindasan dan gaji buruh yang rendah, tak disangka Demonstrasi ini mendapat dukungan oleh rekan-rekan. Bagaimana tidak ? Kaum buruh saat itu berkerja bagaikan robot. Mereka berkerja dari pagi hingga malam dengan upah kecil, tanpa adanya jaminan asuransi kesehatan dan kesejakteraan seperti sekarang. Serta saat itu, pegawai buruh tekstil di dominasi oleh kaum perempuan dari beberapa wilayah. Berawal oleh satu orang, terus bertambah hingga di ikuti banyak orang, hingga pemilik perusahaan tekstil tersebut tak mampu mengendalikan masa yang anarkis. Hingga pada akhirnya demonstrasi tersebut dibubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian.

Peran International Women's Day dalam revolusi Rusia

Melihat dan memanfaatkan momen setiap tanggal 8 Maret, para perempuan di Kekaisaran Tsar  yang kelak menjadi Uni Soviet dan lalu Rusia modern, Melakukan Demonstrasi di Petrograd yang menjadi ibukota kekaisaran pada 1917. Di awali Revolusi Febuari, para perempuan rusia saat itu juga ikut berperan dalam penentuan arah tujuan bangsa rusia yang korup dan nepotis. Politik yang tidak stabil membuat perekonomian Rusia hancur ditambah kerugian yang diderita Rusia akibat bergabung dengan Perang Dunia I. Mereka menuntut agar Tsar Nicholas II mundur karena dinilai gagal menjalankan roda pemerintahan. Aparatur negara saat itu kaget, bagaimana mungkin kaum perempuan yang biasanya hanya di rumah atau buruh pabrik bisa melakukan hal tersebut. Apalagi pendidikan hanya diperuntukkan bagi kaum lelaki, membuat angka buta huruf dan pendidikan di rusia sangat rendah untuk kaum perempuan. Puluhan ribu warga Petograd atau St. Petesburg turun ke jalan-jalan memprotes kekurangan makanan yang mereka derita dikarenakan pemerintahan Tsar. Revolusi ini berhasil menggulingkan Tsar Nicholas II dan mengakhiri era pemerintahan para Tsar atau kaisar di negeri itu, dan terbentuklah Uni Soviet.

Di rayakan setiap tanggal 8 Maret

Tidak seperti demostrasi di New York saat 1857 , demontrasi di rusia pada 1917 berbuah manis untuk setiap kalangan. Peran kaum perempuan menjadi sangat diperhitungkan dalam menentukan arah tujuan bangsa. Maka pemerintahan uni soviet saat itu menetapkan 8 Maret sebagai hari libur nasional untuk merayakan perjuangan kaum perempuan. Melihat betapa vital dan pentingnya peran perempuan, Uni soviet juga mengajuhkan agar 8 Maret ditetapkan menjadi hari perempuan internasional. Maka pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.
Terlepas betapa pentingnya perempuan, serta peran mereka dalam merubah sejarah dan arah langkah bangsa. Kaum perempuan tetap dihadapkan pada diskriminasi, yang sulit untuk dihilangkan. Budaya patriarki sudah mendarah daging lalu sifat Mesogini dalam masyarakat. Hal ini sebagai tanda bahwa perjuangan kaum perempuan jauh dari kata selesai untuk kesetaraan. Tetapi ibarat sebuah sayap, dimana lelaki adalah sayap kanan dan perempuan adalah sayap kiri. Jika memgharapkan sebuah langkah jauh kedepan maka tak boleh saling mengandalkan diantara keduanya. Lebih baik berjalan bersama secara beriringan untuk terbang menuju hari esok yang lebih baik. Selamat hari perempuan internasional, ingatlah perjuangan kita belum selesai.

Manusia dan Teknologi. Akankah menuju Manusia Teknologi?

Ket. Robot Sophia dan Manusia

Kita memasuki era dimana teknologi menjadi senjata paling termuktahir bagi kehidupan manusia. Bagaimana tidak? Manusia secara hakikat merupakan makhluk sosial dan juga makhluk ekonomi. Maka dari itu dapat pula disematkan pada dirinya bahwa manusia juga berkebutuhan dan berkepentingan. Secara ekonomi, kita mengetahui bahwa kebutuhan secara intensitasnya terbagi menjadi 3, yakni primer, sekunder dan tersier. Dahulu kala teknologi masih terbilang kebutuhan sekunder namun jika kita menilik pada fakta yang ada pada era mordernitas kini mungkin dan bahkan bisa jadi teknologi merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap insan yang hidup di muka bumi ini. Handphone harus dipenuhi oleh setiap manusia sebagai kebutuhannya. Televisi, motor, mobil juga hampir dimiliki setiap keluarga dan begitupun teknologi lainnya yang menghiasi rumah dan lingkungan kita berada. Yaa, teknologi merupakan alat bantu dan penunjang kehidupan namun kini juga dapat menjadi penunjang perekonomian beberapa kalangan dan profesi yang memanfaatkan alat ini, termasuk penulis blog ini jikalau boleh jujur hehe.

Latar Pemikiran Penulis dalam Menulis ini

Berdasarkan pengetahuan penulis atas referensi yang di dapatkan dari tulisan Yuval Noah Harari, yakni penulis asal Israel yang juga pernah melakukan studi di Oxford, Inggris. Ia menulis beberapa buku diantaranya : Sapiens, Homo Deus dan 21 Lessons for 21st Century. Dimana ketiga buku tersebut merupakan salah satu tumpuan penulis dalam beberapa artikelnya.
Sapiens adalah bahasa ilmiah dari manusia, yang berarti bijak. Berisi tentang hikayat-hikayat tentang kemanusiaan atau cerita manusia dengan rasa ilmiah modern yang penuh dengan bukti empiris. Manusia dalam perkembangannya berawal dari kasta tengah di dalam piramida kehidupan, dapat naik hingga menjadi penguasa di darat yang tunggal. Berawal dari inovasi-inovasi yang mereka lakukan dalam meniru alam, tumbuhan hingga binatang yang melahirkan kerjasama kuat untuk menaklukkan dunia.
Homo Deus  adalah bahasa yang dalam pemaknaannya adalah manusia yang ingin dan menuju ketuhanannya. Atau dalam arti makna tersebut secara tersirat menginginkan adanya keabadian. Hal ini dibuktikan dengan penemuan-penemuan terbaru yang sungguh tak lazim pada stuktural fisik manusia yang tak lain sudah terkontaminasi oleh mekanik, robotik dan medis. Rekayasa semacam itu yang menjadikan manusia memperpanjang usia dan daya mereka menuju tuhan yang abadi di bumi ini.
21 Lessons  adalah buku yang berisi temtang isu-isu yang hangat dilihat sekarang. Jika Sapiens berfokus pada masa lalu tentang asal usul manusia, dan homo deus berfokus pada masa depan manusia pasca mendapatkan kekuatan untuk menaklukkan alam bahkan memungkinkan ia menjadi mahluk terkuat . Maka 21 lessons lebih membahas dan berisi tentang masa kini. Beberapa topik yang diangkat yakni tentang perang nuklir yang bisa saja terjadi, bencana ekologis karena pemanasan global  yang disepelekan hingga isu tentang teroris yang di anggap kecil tetapi dianggap dengan reaksi besar oleh negara adidaya US.
Berakar dari ketiga tema buku yang bertajuk  manusia dan teknologi tersebut sesungguhnya manusia juga dihadapkan oleh perang teknologi. Bayangkan!, manusia dapat membuat, merancang, mencanangkan, merekomendasikan,  dan menggunakan teknologi sebagai kebutuhan dan kepentingan khusus bagi dirinya. Tetapi apakah manusia juga memikirkan efek samping dari teknologi? Yaa, jauh hari sudah ditekankan bahwa adanya teknologi dirancang dan diciptakan sedemikian rupa untuk membantu manusia dalam berbagai ruang lingkup dan sendi kehidupan. Tetapi tetap saja beberapa diantaranya menjadikan teknologi menjadi sesuatu yang berlebihan dan justru kebergantungan yang menyebabkan beberapa pengaruh psikologis manusia.
Sesungguhnya manusia dan teknologi  dalam kehidupan dapat dikatakan sebagai suatu perjalanan yang saling beriringan. Tetapi lambat laun teknologi sudah semakin melekat pada diri manusia dan menggiring suatu oponi baru bahwa manusia teknologi adalah spesies terbaru yang mungkin akan muncul dalam era mordernitas ini (canda dikit hehe).
Oleh karena itu penulis meyeruakan di era industri 4.0 yang bertajuk digitalisasi ini kepada pembaca untuk memperhatikan tingkat kesadarannya (consientitation) sebagai manusia di bumi dan  manusia ciptaan Tuhan yang nanti akan dibahas pada artikel setelahnya.

Senin, 02 Maret 2020

Layak kah Pendidikan Humanisme pada Politik Pendidikan di Indonesia?





Pendidikan adalah hak asasi manusia, kunci pembangunan berkelanjutan, dan perdamaian serta stabilitas dalam negeri. Dengan alasan itu tentunya pendidikan juga merupakan alasan atas gugatan manusia agar hak nya tidak hanya terpenuhi melainkan juga dilindungi pula oleh negara.
Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan  cara-cara penyampaiannya. Kajian ini lebih terfokus pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan bagaimana serta kemana perangkat tersebut akan diarahkan. Kajian politik pendidikan terkosentrasi pada peranan negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu masyarakat secara lebih baik. Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik negara dengan isu-siu praktis sehari-hari di sekolah, tentang kesadaran kelas, tentang berbagai bentuk dominasi dan subordinasi yang sedang dibangun melalui jalur pendidikan.
Semua aktivitas institusi pendidikan bermuara pada pencapaian tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri sebagai warga negara demokratis dan bertanggung jawab (UU Nomor 20 Tahun 2003).
Politik pendidikan adalah sikap yang konsisten dalam hal mengarahkan kontrol sosial, baik mengenai tujuan maupun metodenya terhadap sistem pendidikan. Masyarakat selalu berpikir dan bertindak secara dinamis sehingga kerap mengalami suatu perubahan yang dialektis. Oleh karena sistem pendidikan itu merupakan suatu unsur dalam sistem sosial maka sistem pendidikan pun selalu mengalami perubahan yang dialektis pula.
Dewasa ini bangsa Indonesia tengah serius menggapai cita-cita untuk memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa pemerintah melalui pendidikan berupaya untuk dapat menghasilkan tunas-tunas unggul dan berkualitas.
Akan tetapi, apa jadinya jika pendidikan jutsru ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan sehingga tidak membebaskan peserta didik dan menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Inilah yang belakangan sering terjadi dalam konteks pendidikan di negeri ini. Menurut Azzet (2014: 5), Pendidikan hanya sekedar mencerdaskan sisi intelektual saja. Anak didik tidak dibebaskan menjadi manusia seutuhnya. Kemudian menjadi manusia-manusia serakah yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia di klaim oleh sebagian masyarakat kurang mampu menjawab tantangan, perubahan dan tuntunan masyarakat. Pendidikan selama ini di yakini mampu menciptakan kehidupan agar lebih baik dan membantu para peserta didik mempersiapkan kebutuhan masa depannya dalam menghadapi perubahan zaman, masih jauh dari apa yang di harapkan. Hal ini yang terjadi di dunia pendidikan kita, hasilnya masih kurang memiliki standar kualifikasi pendidikan yang berkualitas (Arif, 2014: 229-230).
Dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada persoalan yang cukup pelik, dimana kurikulum yang dianggap sebagai sistem pendidikan itu sendiri masih dalam proses pembaharuan dari transisi kepemimpinan (menteri) ke kepemimpinan setelahnya. Terlebih interpretasi dari kurikulum itu sendiri masih membingungkan bagi sebagian pendidik, sehingga apa yang diharapkan dari seorang pendidik yang profesional hanyalah sebatas keinginan yang tak sepenuhnya terpenuhi, padahal pemerintah telah mensubsidikan bonus berupa sertifikasi bagi mereka.
Imbasnya pembelajaran di kelas menjadi membosankan dan hanya formalitas belaka bahwa pendidikan telah berlangsung di lembaga pendidikan formal. Peserta didik yang semestinya mendapatkan nutrisi bagi akal dan juga pembentukan karakternya justru seakan-akan telah belajar meniru apa yang dilakukan oleh gurunya. Guru yang katanya di gugu dan di tiru menjadi momok yang seakan-akan bahwa semuanya akan kembali          kepada gurunya lagi, karena mereka lah yang menjadi orang tua mereka yang membimbing serta mengarahkan lingkungan mereka di sekolah.
Fenomena seperti di atas masih saja berlangsung dalam dunia pendidikan hingga saat ini. Maka tak heran apabila kemudian para peserta didik merasa bosan dan enggan untuk pergi ke sekolah. Karena sekolah bagi mereka sudah seperti penjara suci yang membelenggu kebebasan mereka.
Pendidikan gaya bank yang diterapkan ini, dimana peserta didik diberi ilmu agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat ganda. Jadi anak didik adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis lainya yang lazim dikenal. Depositor atau investor adalah guru yang mewakili lembaga kemasyarakatan yang berkuasa, sementara depositonya berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Anak didikpun lantas diperlakukan sebagai “bejana kosong” yang akan diisi, sebagai sarana tabungan, atau penananaman ilmu pengetahuan yang dipetik hasilnya kelak.  Jadi guru adalah subyek aktif sedangkan sang anak adalah obyek pasif yang penurut, sebagai obyek ilmu pengetahuan yang berifat teoritis dan tidak berkesadaran
Carut marut yang di alami dunia pendidikan ini seakan-akan tak menemui jalan keluarnya. Jika diteliti lebih lanjut dimana letak kesalahan pendidikan ini? jelaslah kepada sistem pendidikan tersebut yang dimana kurikulum menjadi orientasi kemana arah dan tujuan pendidikan dapat dihasilkan. Pergantian kebijakan kurikulum dirasa sangat membingungkan dan dirasa penuh ketidak pastian, hal itu tentunya akan berdampak pada kemajuan bangsa ini. Usut punya usut masih banyak kepentingan dalam perumusan kebijakan pendidikan. Apabila pendidikan terpuruk, maka imbasnya masa depan bangsa ini juga akan ikut terpuruk.
Tanpa pembebasan tidak mungkin ada pembangunan masyarakat sesungguhnya. Hanya manusia yang menyadari bahwa dirinya mempunyai kemauan yang mampu membebaskan dirinya. Untuk keluar dari belenggu itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah orientasi pendidikan mulai dari akar-akarnya yang dimana terjadinya politisasi pendidikan terhadap kebijakan-kebijakan yang semestinya tertuju pada polarisasi yang sesuai dengan Tujuan Negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 45 sehingga terciptanya insan akademis yang tak hanya cerdas intelektual melainkan juga untuk terciptanya manusia-manusia yang berwatak dan bermartabat.
Realitas yang nampak kita saksikan bahwa peserta didik hanya sekedar duduk manis di kelas mengikuti siklus dan alur pendidikannya tanpa melihat pasti kompetensi yang dimiliki sehingga kebanyakan dari mereka merasa kebingungan karena tak memiliki kesiapan berkarya dan pesimis dalam menatap lapangan pekerjaan untuk bekerja yang dianggap mereka sebagai tujuan akhir pendidikan.
Akhirnya kebanyakan orangtua peserta didik enggan untuk menaruh perhatian lebih atas pendidikan yang sedang ditempuh oleh anak-anaknya di lembaga pendidikan karena mereka menganggap hal itu sudah lazim dan menjadi standarisasi pendidikan di Indonesia.
Disini lah peran dan fungsi pemerintah dalam mengontrol dan membuat era baru dalam pendidikan yang terlihat monoton dalam praktik lapangannya sehingga diperlukan suatu kebijakan politik dalam pendidikan itu sendiri untuk menyongsong peradaban bangsa yang lebih maju dengan tunas dan bibit unggul yang diciptakan, yakni peserta didik yang di didik di sekolahnya.