Minggu, 27 Desember 2020

Sebab hancurnya Uni Soviet sebagai negara Adidaya


Uni Soviet merupakan Negara komunis terbesar sepanjang sejarah, berdiri pada tanggal 25 Oktober 1917. Uni Soviet memiliki wilayah kekuasaan mencakup hampir seperenam permukaan daratan bumi. Lebih tepatnya seluas 22.400.000 km2, dihuni oleh penduduk sebanyak 290 juta jiwa dengan beberapa etnis yang menetap, mulai dari Rusia (50,78 persen), Ukraina (15,45 persen), Uzbek (2,38 persen), Belarusia (3,51 persen), Kazakh (2,38 persen), hingga Armenia (1,62 persen). Hal ini tak lepas karena peran besar mereka dalam melawan Nazi di bawah komando Adolf Hitler, membuat mereka leluasa menyebarkan pengaruhnya ke berbagai Negara khususnya Eropa Timur hingga Cina.

Menurut Catatan CIA World Factbook Pada tahun 1991 menyebut, tingkat literasi rakyat Uni Soviet tergolong tinggi dengan 98 persen warga berusia di atas 15 tahun dapat membaca dan menulis. Usia harapan hidup rakyat Uni Soviet rata-rata 65 tahun untuk laki-laki dan 74 tahun untuk perempuan, sedangkan tingkat imigrasi penduduknya nol persen karena kebijakan pemerintah saat itu yang melarang mobilisasi penduduk.

Dalam perkebembangannya setelah Uni Soviet berhasil mengalahkan Nazi bersama sekutu, Uni Soviet berkonflik dengan Amerika Serikat bersama Sekutu untuk memperebutkan kepemimpinan dunia. Hal ini dicatat dalam sejarah dengan sebutan "Perang Dingin". Perang dingin adalah perang antar 2 negara adidaya yang tidak menimbulkan korban jiwa hingga ratusan nyawa seperti perang sebelumnya. Perang ini juga di sebut perang Inteligen karena persiapan perang yang saling memantau dan memata-mata antar kedua kubu, untuk melihat persiapan dan senjata-senjata nuklir yang kemungkinan digunakan. Perang dingin berakhir dengan kalahnya Uni Soviet dan Dibubarkannya setalahnya. Hal ini karena kekelahannya di perang Afganistan yang tidak hanya membuat malu Negara besar ini tetapi juga menghancurkannya secara ekonomi.

Stasiun TV Rusia pada tanggal 21 Desember 1991 bahkan memulai program siaran dengan pengumuman : “selamat malam. Inilah beritanya, Negara Uni Soviet kini sudah tidak ada lagi.” Hal ini karena Uni Soviet mengalami keruntuhan hebat, para pemimpin Rusia, Ukraina< dan Belarusia (3 negara pelopor beridirinya Uni Soviet) menandatangani perjanjian yang mengatur persemakmuran Negara-negara merdeka pada tanggal 8 Desember 1991 sebagai awal hancurnya Negara besar ini. Mikhail Gorbachev yang saat itu menjadi pemimpin Uni Soviet memutuskan mengundurkan diripadatanggal 25 Desember 1991 dan pada keesokan harinya tanggal 26 Desember 1991 Uni Soviet pun resmi dibubarkan. Negara raksasa ini berusia 74 tahun dan hari ini tepat 29 tahun runtuhnya Negara komunis terbesar sepanjang sejarah itu. Dalam hal ini ada beberapa hal menarik yang perlu dibahas dalam menyingkapi runtunya Uni soviet, hal ini untuk bahan renungan bersama kita sebagai warga Negara Indonesia yang memang dalam beberapa hal mempunyai beberapa kemiripan dengan Negara adidaya ini. Berikut hal menarik yang penulis angkat untuk menumbukan Konsientisasi di jiwa para pembaca :

1.      Pemerintahan yang otoriter

Sejatinya Uni Soviet merupakan negara komunis terbesar pada massanya. Namun Uni Soviet menjalankan pemerintahan dengan totaliter yang berujung pada kebijakan tidak manusiawi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam sebuah negara sehingga rakyat harus tunduk kepada kebijakan pemerintah. Terhitung saat kepemimpinan Josep Stalin benar-benar bertangan besi pasca mendapatkan otoritas memimpin negeri ini setelah Vladimir Lenin wafat. Kebijakan peralihan pertanian tradisonal menuju pertanian modern yang berindustri menyebabkan wabah kelaparan dan kematian yang tinggi. Hal ini karena distribusi sandang, pangan dan larangan transmigrasi antar penduduk diterapkan oleh pemerintahan saat itu untuk mempertahankan wilayahnya yang sangat luas. Memang tidak menutup fakta dibawah kepemimpinan Nikita Khrushchev kebijkakan kontrofersial ini direvisi dan diperbaiki. Tetapi tidak menghilankan fakta bahwa pemerintahan menggunakan kekerasan dalam mejalankan kebijakannya.

2.      Pelarangan transmigrasi di wilayah-wilayah tertentu

Pelarangan tranmigrasi adalah moment paling mengerikan dalam peralihan Uni Soviet menuju negara Industri militer. Beberapa etis dideportasi (disebar) keluar tempat kelahirannnya. Dalam perkembangannya mereka tidak diperbolehkan Kembali ketempat kelahirannya, atau pelarangan transmigrasi. Hal ini untuk memadamkan solidaritas antar etnis yang mereka anggap sumber konflik dan pemberontak massa depan. Setelah massa kepemimpinan Nikita Khrushchev Sebagian etnis yang telah dideporatsi diperbolehkan pulang kekampung halamannya kecuali etnis Chechen dan Ingush. Proses Deportasi dan larangan transmigarsi ini banyak membunuh masyarakat Muslim saat itu karena mereka dipandang sebagai halangan pemerintah komunis saat itu. Depotasi besar-besar ini memang dilakuakn pemerintah untuk melunturkan solidaritas antar muslim dan pengurangan nilai-nilai keagamaan, karena mereka menganggap agama adalah candu yang berbahaya.

 

3.      Rakyat yang tidak memiliki rasa nasionalisme

Negara adidaya ini mempunyai puluhan suku dan etnis dalam daerah kekuasaannya. Kebijakan untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya juga tidak ragu menggunakan senjata. Deportasi besar-besaran keluar tanah kelahiran mereka bisa dianggap juga sebagai pembuangan dan pengasiangan. Dimana mereka yang terusir dan tidak mempunyai apa-apa lagi bergantung kepada pemerintah dalam memperoleh sandang dan pangan. Dalam buku yang penulis baca, Pendeportasian besar-besaran dilakukan tanpa adanya peringatan terlebih dahulu, berawal dari pemerintah komunis mengumpulkan semua warga dalam satu tempat. Ketika semua warga berkumpul, terutama para lelaki dan kepala keluarga telah hadir, tiba-tiba dating truk-truk penuh tentara menodongkan senjata kepada mereka. Semua penduduk lelaki beserta keluarganya kemudian digiring menuju ke stasiun kereta dimana seperti itu. Maka tidak nilai-nilai nasionalisme warga negara Uni Soviet sangat rendah.  sana telah menanti gerbong-gerbong barang yang akan mengangkut mereka. Tiap keluarga hanya dibolehkan membawah barang seberat 20 kg, dan dengan terburu didorong masuk secara berdesak-desakan. Tempat tujuan yang paling umum saat itu adalah menuju asia tengah atau menuju ke wilayah Siberia. Setalah semua warga pergi tempat ibadah di hancurkan, kuburan di bulldozer, lalu rumah dan perkampungan diratakan dengan tanah. Warga yang tertinggal dibiarkan mati, gambaran Depotasi besar-besaran hingga etnis yang dianggap memberontak kurang lebih diperlakukan

4.      Kemiskinan

Kebijakan tidak manusiawi yang diterapkan, untuk mendukung peraliahan menuju negara Industri Militer ini membuat angka kemiskinan tinggi dan tidak ada tanda-tanda adanya penurunan. Perekonomian Uni Soviet yang menganut paham Sosialisme Komunis ini menyebabkan segala urusan yang berkaitan dengan ekonomi harus dilakukan dengan melibatkan pemerintah. Sehingga menyebabkan ekonomi negara ini tidak maju karena hilangnya kreativitas. Hal ini diperparah oleh kebijkana Uni Soviet yang berusaha menyebarkan pengaruhnya ke luar negara dengan mendirikan negara-negara Boneka. Hal mengharuskan pemimpin setiap negara tersebut untuk loyal dan merubah bentuk negaranya menjadi negara komunis dengan imbalan bantuan yang akan diberikan sesudahnya. Perang dingan adalah puncak dari konflik antar 2 negara adidaya yang berusaha menyebarkan pengruhnya. Membuat pajak yang dibayarkan masyarakat untuk membangun negara dan mensejakterakan masyarakat tidak dirasakan manfaatnya langsung, membuat kemiskinan negara ini terus bertambah sampai pada hancurnya.

5.      Perang Afganistan

Uni Soviet terus berusaha memperluas dan menyebarkan paham komunis ke seluruh belahan dunia, hingga sampai di negara Afghanistan. Semua berawal pada tahun 1979, saat pasukan Uni Soviet mengambil alih ibukota yakni Kabul. Sebelum terjadinya kerusuhan Uni Soviet di dianggap terlalu sering mencampuri urusan pemerintahan Afghanistan. Tercatat dari kepemimpinan Mohammed Daoud Khan, Nur Muhammad Taraki, hingga Hafizullah Amin yang diwarnai oleh kudeta dan pembunuhan di anggap karena campur tangan Uni Soviet. Hal ini membuat rakyat Afghanistan tidak percaya kepada pemerintahannya sendiri. Perang ini terus berlanjut hingga melahirkan Taliban yang menguasai beberapa wilayah besar Afghanistan, hal ini karena suplai senjata oleh Osama Bin laden dari Irak. Osama Bin Laden yang saat itu hanya sebagai perantara senjata membuat kelompok Al Qaeda. Terbentuknya Taliban dan Al Qaeda karena perang Afghanistan dan Uni Soviet, perang ini berlanjut hingga Uni Soviet hancur pada 1991. Dalam perang ini juga pihak Uni Soviet merugi secara Politis dan Ekonomi yang berat dan besar, tak heran Uni Soviet pulang dengan malu karena kalah perang pada 15 Febuari 1989. 

6.      Pemimpin terakhir Uni Soviet

Mikhail Gorbachev pada masa pemerintahannya ia melakukan perubahan besar-besaran dalam system perekonomian dan politik yang secara langsung maupun tidak langsung memicu bubarnya Uni soviet. Ia mengundurkan diri sebagai Presiden Uni soviet pada tanggal 25 Desemeber 1991 menyusul percobaan kudeta oleh kelompok garis keras di Moskow pada bulan Agustus 1991 yang dipicu adanya pertentangan atas rencana perubahan bentuk negara.

Hal ini karena kebijakan Gorbachev, dimana dibandingkan merangsang kebangkitan komunisme Gorbachev lebih memilih menerapkan kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Glasnost dimaksudkan untuk mendorong dialog dan membuka pintu kritik terhadap apparat pemerintahan. Control negara atas media maupun opini public mengendur, dan gerak Demokrasi menggema di seluruh Uni Soviet. Sedangkan perestroika ditujukan untuk memperkenalkan kebijakan pasar bebas bagi industry yang dikelolah oleh pemerintah. Control harga juga dicabut dibeberapa pasar meski beberapa aturan lama masih ada yang berlaku. Mengutip pendapat Vladislav Zubok dalam A Failed Empire : The Soviet Union In The Cold War From Stalin to Gorbachev (2007) menyebutkan, reformasi Mikhail Gorbachev mengakhiri isolasi negara adikuasa ini. Dengan membongkar dogma-dogma ideologis, serta menampilkan wafah baru Soviet yang berakhir dalam kebangkrutan. Momen ini juga menjadi tanda berakhirnya perang Dingin. Mikhail Gorbachev dianugrahi medali perdamaian Otto Hahn pada tahun 1989, Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990 serta dianugrahi gelar Doktor kehormatan oleh Harley.

Umur suatu negara tidak ada yang mengetahui, sebesar apapun suatu negara pasti akan hancur jika tidak dipercaya oleh rakyatnya sendiri. Bahkan terkadang negara kecil mampu berumur Panjang jika tetap dipercaya dan dilindungi oleh rakyatnya. Ini adalah kisah dari negara adidaya yang hancur pada 29 tahun yang lalu. Negara yang menguasai seperempat wilayah bumi ini hancur tanpa adanya prediksi dan hanya berumur 74 tahun. Kisah Uni Soviet akan menjadi pelajaran Bersama untuk setiap negara agar memperhatikan Kembali kesejakteraan warga negaranya.

Selasa, 10 Maret 2020

Menggugat Arti dari Nama Website! Apa itu Konsientisasi?



Seperti janji penulis dalam artikel sebelumnya. Terkadang membuat judul ataupun nama tidak semudah dibayangkan. Senada dengan ini William Shakespeare pernah mengatakan "apalah arti dari sebuah nama? andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan beraroma wangi", dalam arti suatu nama akan jelas andaikata memiliki makna yang disematkan dalam sebuah doa dan harapan. Kata konsientisasi mungkin jarang kita temui dan kita dengar dalam bahasa sehari-hari. Tak ayal bagi yang belum paham arti ini pasti sedikit ada rasa tanya yang hinggap dalam benaknya dalam balut penasaran (hehe kali aja).
Yaa, konsientisasi merupakan istilah yang digumamkan oleh seorang tokoh pendidikan terkemuka di Amerika Latin, tepatnya Brazil bernama Paulo Freire. Ia adalah pendidik, teolog, humanis, sosialis dan bahkan dianggap messias dunia ketiga (khususnya masyarakat Amerika Latin). Ia tidak hanya seorang yang kontroversial dengan metode pendidikan revolusionernya namun juga sosok yang sulit diterka. Pemikirannya selalu mencerminkan nada gugatan, protes dan berontak terhadap segala bentuk pendidikan yang telah mencabut manusia dari kesadarannyaDialah pejuang kebebasan dunia yang eksis memperjuangkan keadilan bagi orang-orang kelas marginal yang menyusun budaya diam di banyak wilayah. Eksistensi dan peran besarnya dalam pendidikan menempatkan Freire dalam orang-orang revolusioner-radikal.

Referensi Penulis
Karya-karya nya memberikan sumbangsih yang besar terhadap perkembangan pendidikan di dunia sebagaimana yang termaktub pada buku-bukunya seperti: Pendidikan Kaum Tertindas, Pendidikan Sebagai Proses, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, Politik Pendidikan dll yang dijadikan salah satu referensi ahli pendidikan masa kini.
Kritik-kritiknya terhadap dehumanisasi melahirkan sebuah ide brilliant, yaitu bagaimana agar masyarakat lebih bersifat humanis sebab hanya dengan semangat humanisme yang mementingkan pembebasan dan pemerdekaan tiap orang-lah, maka penindasan dapat dihapuskan.

Esensi Konsientisasi Pendidikan
Tujuan pendidikan Freire adalah membangun suatu proses pendidikan yang disebutnya “penyadaran” (Conscietization) yang dibangun dalam realitas sosial dan kultural guru dan murid. Dari realitas ini, unsur-unsur tematik, isi, keputusan pedagogis akan muncul. Perpaduan antara teori dan praktik ini memberikan sumbangan bagi kekuatan dan pengaruh gagasan Freire. Dalam pengertian kongkret, metode “penyadaran” dalam proses melek huruf, pada dasarnya dibentuk oleh proses coding dan decoding (mengubah sesuatu menjadi kode dan mengubah kode menjadi sesuatu yang dapat dipahami) terhadap makna-makna linguistik dan sosial yang dijalankan dengan beberapa tahap.
Dalam analisis Freire, kesadaran masyarakat yang dianalogikannya dalam sebuah kode itu dibedakan atas 3 fase: Kesadaran naif, magis dan kritis. Konsep pendidikan Freire ini jika disajikan dalam bentuk skema akan membentuk bagan seperti berikut ini:
Masyarakat berkesadaran magis pada gambar diatas ada pada tangga paling bawah, itu menunjukkan posisinya yang jauh dari hakikat kebebasan, masyarakat berkesadaran naif ada pada posisi tengah, kendatipun posisinya dibawah masyarakat berkesadaran kritis namun dirinya belum dapat dikatakan sebagai pencipta kebebasan yang sesungguhnya. Sebab kendati sudah dapat memahami keadaan mereka tidak kunjung melakukan perubahan dengan alasan tidak memiliki cukup kekuatan untuk merubah. Lain halnya dengan kelompok ketiga yaitu masyarakat berkesadaran kritis, dengan bekal fikiran kritisnya mereka upayakan sepenuhnya untuk dapat berjuang dan merubah keadaan agar menjadi lebih baik dan membebaskan. Masyarakat inilah yang merupakan tujuan yang ingin diwujudkan Freire dalam mencapai cita-cita pendidikan humanistiknya yaitu membentuk manusia berkesadaran kritis untuk mencapai sebuah pembebasan.
Masyarakat berkesadaran magis membuat kehidupan terasa aman, nyaman dan damai. Hal ini yang disukai oleh pemerintah sebagai pencipta kebijakan, karena masyarakat ini condong untuk apatis dan bergerak statis dalam alur kehidupan berbangsa sehingga pemerintah dengan mudah leluasa dalam menentukan politiknya dalam bidang pendidikan ini. Lain halnya dengan masyarakat dengan kesadaran naif. Mereka mengetahui polemik pendidikan namun tak mempunyai kekuatan dan keinginan untuk merubahnya menjadi hal yang semestinya telah mereka pikirkan dalam gagasan dan konsep pendidikan yang di dambakan oleh masyarakat ini. Hal ini jelas masih menjadi suatu hal yang membingungkan, karena mereka memiliki kecemerlangan yang sifatnya terpendam oleh kekuasaan dan kebudayaan yang tidak memihak terhadap mereka sehingga mereka tetap mencari aman atas kesadaran individunya. Sedangkan masyarakat berkesadaran kritis inilah yang menjadi pembeda diantara masyarakat berkesadaran lainnya. Mereka memiliki mobilitas sosial yang dinamis untuk mewujudkan suatu cita-cita menuju kemajuan yang memaslahatkan masyarakat lainnya meskipun mereka terlihat pemberontak atas kebijakan pendidikan yang tak semestinya di jalankan namun mereka memperjuangkannya untuk menjawab tantangan pendidikan yang menurut mereka harus sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang membawa masyarakat menuju pembebasan seutuhnya dalam menuangkan pendidikan humanistik.
Pembebasan merupakan wujud akhir dari bentuk aktualisasi diri masyarakat sebagai kesatuan yang memiliki kesadaran kritis, dinamis, mobilitas tinggi dan dialektis dalam menjawab suatu polemik yang terjadi di ruang pendidikan dan kehidupan sosial lainnya. Mereka yang merdeka adalah mereka yang bebas untuk berkeinginan dengan hasrat serta nurani  dalam menentukan kehidupannya. Sehingga pendidikan hanyalah sarana menuju pendewasaan keilmuan serta sikap mereka atas realitas.

Minggu, 08 Maret 2020

Manusia dan Teknologi. Akankah menuju Manusia Teknologi?

Ket. Robot Sophia dan Manusia

Kita memasuki era dimana teknologi menjadi senjata paling termuktahir bagi kehidupan manusia. Bagaimana tidak? Manusia secara hakikat merupakan makhluk sosial dan juga makhluk ekonomi. Maka dari itu dapat pula disematkan pada dirinya bahwa manusia juga berkebutuhan dan berkepentingan. Secara ekonomi, kita mengetahui bahwa kebutuhan secara intensitasnya terbagi menjadi 3, yakni primer, sekunder dan tersier. Dahulu kala teknologi masih terbilang kebutuhan sekunder namun jika kita menilik pada fakta yang ada pada era mordernitas kini mungkin dan bahkan bisa jadi teknologi merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap insan yang hidup di muka bumi ini. Handphone harus dipenuhi oleh setiap manusia sebagai kebutuhannya. Televisi, motor, mobil juga hampir dimiliki setiap keluarga dan begitupun teknologi lainnya yang menghiasi rumah dan lingkungan kita berada. Yaa, teknologi merupakan alat bantu dan penunjang kehidupan namun kini juga dapat menjadi penunjang perekonomian beberapa kalangan dan profesi yang memanfaatkan alat ini, termasuk penulis blog ini jikalau boleh jujur hehe.

Latar Pemikiran Penulis dalam Menulis ini

Berdasarkan pengetahuan penulis atas referensi yang di dapatkan dari tulisan Yuval Noah Harari, yakni penulis asal Israel yang juga pernah melakukan studi di Oxford, Inggris. Ia menulis beberapa buku diantaranya : Sapiens, Homo Deus dan 21 Lessons for 21st Century. Dimana ketiga buku tersebut merupakan salah satu tumpuan penulis dalam beberapa artikelnya.
Sapiens adalah bahasa ilmiah dari manusia, yang berarti bijak. Berisi tentang hikayat-hikayat tentang kemanusiaan atau cerita manusia dengan rasa ilmiah modern yang penuh dengan bukti empiris. Manusia dalam perkembangannya berawal dari kasta tengah di dalam piramida kehidupan, dapat naik hingga menjadi penguasa di darat yang tunggal. Berawal dari inovasi-inovasi yang mereka lakukan dalam meniru alam, tumbuhan hingga binatang yang melahirkan kerjasama kuat untuk menaklukkan dunia.
Homo Deus  adalah bahasa yang dalam pemaknaannya adalah manusia yang ingin dan menuju ketuhanannya. Atau dalam arti makna tersebut secara tersirat menginginkan adanya keabadian. Hal ini dibuktikan dengan penemuan-penemuan terbaru yang sungguh tak lazim pada stuktural fisik manusia yang tak lain sudah terkontaminasi oleh mekanik, robotik dan medis. Rekayasa semacam itu yang menjadikan manusia memperpanjang usia dan daya mereka menuju tuhan yang abadi di bumi ini.
21 Lessons  adalah buku yang berisi temtang isu-isu yang hangat dilihat sekarang. Jika Sapiens berfokus pada masa lalu tentang asal usul manusia, dan homo deus berfokus pada masa depan manusia pasca mendapatkan kekuatan untuk menaklukkan alam bahkan memungkinkan ia menjadi mahluk terkuat . Maka 21 lessons lebih membahas dan berisi tentang masa kini. Beberapa topik yang diangkat yakni tentang perang nuklir yang bisa saja terjadi, bencana ekologis karena pemanasan global  yang disepelekan hingga isu tentang teroris yang di anggap kecil tetapi dianggap dengan reaksi besar oleh negara adidaya US.
Berakar dari ketiga tema buku yang bertajuk  manusia dan teknologi tersebut sesungguhnya manusia juga dihadapkan oleh perang teknologi. Bayangkan!, manusia dapat membuat, merancang, mencanangkan, merekomendasikan,  dan menggunakan teknologi sebagai kebutuhan dan kepentingan khusus bagi dirinya. Tetapi apakah manusia juga memikirkan efek samping dari teknologi? Yaa, jauh hari sudah ditekankan bahwa adanya teknologi dirancang dan diciptakan sedemikian rupa untuk membantu manusia dalam berbagai ruang lingkup dan sendi kehidupan. Tetapi tetap saja beberapa diantaranya menjadikan teknologi menjadi sesuatu yang berlebihan dan justru kebergantungan yang menyebabkan beberapa pengaruh psikologis manusia.
Sesungguhnya manusia dan teknologi  dalam kehidupan dapat dikatakan sebagai suatu perjalanan yang saling beriringan. Tetapi lambat laun teknologi sudah semakin melekat pada diri manusia dan menggiring suatu oponi baru bahwa manusia teknologi adalah spesies terbaru yang mungkin akan muncul dalam era mordernitas ini (canda dikit hehe).
Oleh karena itu penulis meyeruakan di era industri 4.0 yang bertajuk digitalisasi ini kepada pembaca untuk memperhatikan tingkat kesadarannya (consientitation) sebagai manusia di bumi dan  manusia ciptaan Tuhan yang nanti akan dibahas pada artikel setelahnya.